Spiritual News (Ahad, 19 Maret 2017 // 20:51 // Penulis : MM).
WALI YANG TERMASUK MURID SUNAN
KALIJAGA INI TERKENAL DENGAN KELUGUANNYA. SIFAT ITU MEMBAWANYA PADA KETULUSAN
SEJATI SEORANG MANUSIA.
Masyarakat Desa Miyono gempar. Branjung, salah satu warga yang cukup terpandang karena kekayaannya, ditemukan tewas di kebun belakang rumahnya. Segera petugas dari desa mengusut ke tempat kejadian perkara, menyelidiki sebab kematian Branjung dan siapa pembunuhnya.
Di saat warga Desa Miyono sudah
berkerumun di rumah Branjung tiba-tiba muncul Saridin. Masyarakat langsung
menunjukkan pandangan pada adik ipar Branjung yang terkenal melarat itu.
Saridin datang dengan sebilah bambu runcing yang ujungnya berlumuran darah.
Segera Saridin dipanggil. “Kemari kamu, Din,” ujar seorang petugas.
“Ya… saya tuan,” jawab Saridin.
“Kamu tahu siapa yang membunuh
Branjung?” ujar petugas itu sambil menunjuk mayat Branjung dengan sikap
menyelidik. Saridin menggeleng. Tapi petugas yang sudah curiga itu tak mau
menyerah. Mayat Branjung yang mengenakan baju macan ia rapikan lagi hingga
tubuh Branjung yang terbaring itu kini menyerupai macan. “Nah, kalau ini kamu
tahu siapa yang membunuh?” tanya petugas itu lagi.
“Lha, kalau macan ini saya
membunuh,” jawab Saridin. Tak ayal warga Desa Miyono gempar dengan pernyataan
Saridin itu. Berarti Saridin-lah yang membunuh Branjung.
Semalam memang telah terjadi
peristiwa pembunuhan di kebun belakang rumah Branjung. Ceritanya diawali ketika
Saridin menjagal buah durian yang kepemilikannya ia bagi dua dengan abang
iparnya, Branjung. Perjanjiannya adalah setiap durian yang jatuh pada siang
hari dimiliki oleh Brajung, sedang yang jatuh pada malam hari dimiliki oleh
Saridin. Branjung yang mengajukan perjanjian itu. Rupanya Brajung salah
mengira, ia pikir pada siang hari durian jatuh dari pohon. Padahal durian jatuh
pada umumnya pada malam hari.
Jelas saja setiap siang Branjung
tidak mendapat durian satu pun. Sedangkan pada malam hari ia mengintip ke kebun
dan melihat Saridin selalu mendapatkan durian jatuh dalam jumlah cukup banyak.
Kenyataan ini membuat Brajung memiliki niat licik. Merasa telah rugi ia
berencana menakut-nakuti Saridin dengan menyamar sebagai macan. Dan tanpa pikir
panjang segeralah ia bergerak sambil berjalan meniru macan.
Pertama Saridin tidak menyadari
keberadaan abang iparnya yang menyamar jadi macan itu, tapi Saridin mulai
curiga saat ia tidak menemukan durian dari arah suara jatuh yang ia dengar.
Begitu sampai beberapa kali, sampai ia memergoki seekor macan yang membawa
durian di tangannya. Tahulah Saridin sekarang, si macan yang kurang ajar itulah
yang telah menyusup ke kebunnya. Merasa terancam dengan keberadaan macan itu
Saridin langsung membunuhnya dengan bambu di genggamannya.
Dijebloskan ke Penjara
Dibawalah Saridin menghadap
kepala desa untuk disidang secara adat. “Saridin, benar kamu telah membunuh
kakak iparmu?” tanya kepala desa menegaskan.
“PAK KEPALA DESA, DEMI TUHAN SAYA
TIDAK MEMBUNUH KAKAK IPAR SENDIRI,” JAWAB SARIDIN POLOS. SEBAGAIMANA DILAKUKAN
PETUGAS KEAMANAN DESANYA, KEPALA DESA LALU MENUTUP LAGI TUBUH BRANJUNG DENGAN
PAKAIAN MACANNYA. “NAH, KALAU MACAN INI KAMU YANG MEMBUNUH?” TANYA KEPALA DESA.
“YA, BETUL SAYA YANG MEMBUNUH MACAN INI SEBAB IA MENCURI DURIAN SAYA,” JAWAB
SARIDIN. BEGITU TERUS SAMPAI BERULANG-ULANG. SARIDIN TETAP TIDAK MENGAKUI TELAH
MEMBUNUH BRANJUNG. IA HANYA MEMBUNUH MACAN, SEBAB MEMANG ITULAH YANG TERJADI.
Kepala desa merasa bingung apa
yang harus ia putuskan. Di satu sisi ia mengetahui bahwa Branjung telah dibunuh
oleh Saridin, tapi Saridin tidak bisa dihukum sebab yang ia bunuh adalah macan,
samaran kakak iparnya. Karena merasa tidak bisa mencari solusi masalah yang
baru pertama kali terjadi ini, Kepala Desa Miyono membawa kasus ini ke
Kadipaten Pati.
Di hadapan Joyo Kusumo, Bupati
Pati, kejadian tadi kembali berulang. Kalau pakaian macan Branjung dibuka,
Saridin tidak mengakui ia telah membunuh, sedang kalau pakaian Branjung
dirapatkan Saridin mengakui ia telah membunuh. Tahulah Bupati, Saridin yang
dihadapannya ini adalah orang desa yang lugu dan dungu maka dengan sedikit
berbohong ia berkata.
“Ya sudah, Din, kalau begitu macan
yang salah, karena macan salah, ia harus dikubur, kamu sendiri akan saya beri
penghargaan karena telah membunuh macan. Kamu nanti akan saya pindahkan ke
bangunan besar, di sana kamu akan diberi makan gratis setiap hari, kamu bebas
tidur atau mengerjakan apa saja, tapi kamu tidak boleh keluar, kamu hanya boleh
keluar kalau kamu bisa. Nanti kalau kamu mau mandi akan ada orang yang
mengantar dan menjaga kamu,” ujar Joyo Kusumo kepada Saridin.
Sebagai orang yang melarat tentu
saja Saridin senang mau diberi makan gratis. Apalagi kalau mandi akan diantar,
“Wah, mirip Priyayi,” ujar Saridin gembira. Maka dibawalah Saridin ke tempat
enak yang tidak lain adalah penjara itu. Di sana ia mendekam sebagai tahanan.
Disitulah Saridin mulai menyadari apa yang menimpanya. Karena Bupati
membolehkan dirinya keluar dari penjara kalau ia bisa. Saridin ingin keluar
untuk minta maaf pada istrinya sebab telah menjadi suami yang berulah. Di sana
pula Saridin menghayati wejangan Sunan Bonang, yang mengatakan, jika seorang
manusia telah menyatukan rasa dengan Sang Pencipta, apa yang diingnkan pasti
akan terlaksana.
Begitulah Saridin dapat pulang
dan minta maaf kepada istrinya. Beberapa kali itu ia lakukan. Tapi dasar lugu
dan jujur, setelah menengok sang istri, Saridin pulang kembali ke penjara.
Sampai akhirnya kelakuannya ini diketahui petugas dan membuat berang Bupati,
Saridin dijatuhi hukuman mati tapi berhasil meloloskan diri karena Bupati
memperbolehkan dirinya kabur bila berhasil lolos dari kepungan prajurit.
Demikianlah satu babak dalam
cerita Saridin yang turun temurun dalam tradisi masyarakat Pati. Tokoh ini
dikenal masyarakat sebagai seorang wali yang memiliki keluguan tiada tara. Ia
memang rakyat biasa yang polos, tapi justru karena kepolosannya itulah yang
membuat menguasaai ilmu hakikat.
Saridin yang juga
dinamai Syekh Jangkung, hidup di daerah Kajen, Pati. Daerah itu masih ada
sampai sekarang. Mengenai kelahirannya tidak ada data yang kongkrit yang
m,encatatnya. Tapi menurut kisah turun temurun yang hidup subur dikalangan
masyarakat dan pesantren di Pati. Saridin diyakini hidup se zaman dengan para
walisongo, yakni pada abad ke-15.
Cerita Lucu di Kudus
Keberadaan
Syekh Jangkung amat terkait dengan Sunan Kalijaga. Wali keramat inilah
yang mengajarkan Saridin ilmu hakikat. Konon, Sunan Kalijaga juga yang
menolongnya saat bayi dibuang oleh ibunya di sungai. Makanya kemudian Saridin
mengamalkan beberapa wejangan sufistik dari Sunan Bonang yang ia dapatkan dari
Sunan Kalijaga.
Keberadaan Saridin juga tidak
bisa lepas dari Sunan Kudus. Saat melarikan diri ke kabupaten Pati, Saridin
bertemu dengan Sunan Kalijaga yang menyuruhnya belajar di pesantren Sunan Kudus
di Kudus. Maka berangkatlah Saridin untuk menuntut ilmu.
Sekalipun ia murid baru, Saridin
sudah menguasai dasar-dasar agama. Seperti syahadat dan rukun iman yang
didapatnya dari Sunan Kalijaga. Kepada Sunan Kudus Saridin menggali lagi makna
kalimat suci itu. Saat mengaji itulah beberapa peristiwa unik terjadi.
Karena murid baru dikerjai oleh
murid-murid lama. Para santri setiap hari diwajibkan mengisi tempat air untuk
wudu. Nah, Saridin yang juga terkena kewajiban itu rupanya tidak kebagian
ember. Para santri lama tak ada satupun yang mau meminjamkan ember padanya.
Melihat Saridin bingung kesulitan
mendapatkan ember, seorang santri bilang dengan maksud mengolok. “Din, kamu
tidak kebagian ember ya, tuh ada keranjang…. Bawa saja air di sumur itu pakai
keranjang,” ujar santri itu sambil menahan senyum. Terdorong melaksanakan
kewajibannya Saridin membawa saja keranjang itu. Ajaib, air yang seharusnya
lolos di sela-sela lubang keranjang itu, malah dapat tertampung hingga Saridin
dapat mengisi tempat wudu sampai penuh. Para santri yang melihat hanya melongo
melihat ulah Saridin.
Berita itu akhirnya sampai kepada
Sunan Kudus. Di hadapan mursyidnya itu Saridin dengan jujur menceritakan
semuanya tanpa ada satupun yang tertinggal. Menganggap Saridin sedang menyombongkan
diri dengan kelebihannya, Sunan Kudus lalu mengetes Saridin. “Din… kamu ;kan
tadi mengisi air, sekarang di tempat wudu itu apakah ada ikannya?” tanya Sunan
Kudus. “Setiap air pasti ada ikannya, Kanjeng Sunan, begitu pula di tempat air
wudu itu,” jawab Saridin polos. Para santri yang mendengar jawaban Saridin
kontan tertawa. “Mana mungkin tempat wudu ada ikannya,” pikir mereka. Tapi
setelah di cek memang betul ditemukan ikan di dalamnya.
Sunan Kudus gusar melihatnya,
kali ini Sunan Kudus merasa ditantang. “Baik, Saridin, sekarang apa yang ada
ditanganku ini?” ujar Sunan Kudus. “Buah kelapa, kanjeng,” jawab Saridin pelan.
“Katamu setiap air ada ikannya,
kelapa ini didalamnya ada airnya, apakah kau tetap mengatakan bahwa dalam
kelapa ini ada ikannya?” tanya Sunan Kudus lagi. “Ada Kanjeng,” jawab Saridin
polos. Kembali hadirin tertawa karena menganggap Saridin dungu. Tapi setelah
kelapa itu dibelah kagetlah mereka semua, termasuk Sunan Kudus, karena
didalamnya ada ikan hidup yang berenang di air kelapa. Menganggap Saridin
melakukan hal-hal yang tak patut, yaitu memperlihatkan karomah diri pada orang
lain. Sunan Kudus marah, dan Saridin pun di usir dan tidak boleh menginjak
tanah Kudus lagi.
Dengan putus asa Saridin pergi,
rupanya hal yang dialaminya diketahui Sunan Kalijaga. Wali yang bijak ini lalu
menasehati Saridin untuk sabar sekalipun perbuatannya tadi dilakukan tanpa
maksud menyombongkan diri. Sikap Sunan Kudus juga dijelaskan oleh Sunan
Kalijaga sebagai sikap yang wajar seorang manusia biasa yang merasa malu jika
dipermalukan di depan orang lain di hadapan murid-muridnya. Setelah peristiwa
itu Sunan Kalijaga Menyuruh Saridin mengasingkan diri untuk lebih dalam
mengenal Allah SWT serta menjalani latihan-latihan rohani untuk menyatu
dengan-Nya.
Setelah lulus Saridin kembali ke
masyarakat, ia kemudian dikenal sebagai sufi yang namanya cukup disegani di
masa Kerajaan Mataram. Ia mengajarkan konsep-konsep tasawuf pada orang-oarang
yang ingin mengaji padanya. Ia menetap kembali di Kajen, tanah kelahirannya,
sampai wafat. Makamnya masih sering diziarahi orang sampai sekarang.
Komentar
Posting Komentar