Spiritual News (Ahad, 05 Maret 2017 // 07:12 // Penulis : MM).
Makam Pangeran Gagar Manik Terancam Lenyap
TUBAN–Hampir tak ada seorangpun dari warga
Kabupaten Tuban yang tidak mengetahui Makam Pangeran Gagar Manik. Bahkan makam
yang lebih dikenal dengan nama Tundung Mungsuh ini telah dikenal oleh ribuan
orang dari luar Kabupaten Tuban. Konon, makam tempat bersemayam Panglima Perang
kerajaan Mataram Ngayogyakarta Hadiningrat yang sempat menjadi murid salah
seorang Wali di Tuban ini, masih menyimpan “karomah” luar biasa besar. Bukan
hanya orang-orang di sekitaran Tuban semisal Lamongan, Bojonegoro dan Rembang
yang menziarahi makam ini. Peziaran bahkan datang dari luar pulau seperti
Kalimantan dan Sumatera.
Namun ketenaran nama itu sangat bertolak belakang dengan
kondisi real makam yang menempati sebuah tanjung di Dusun Klamber, Desa
Tasikmadu, Kecamatan Palang tersebut. Air laut telah memakan sebagian besar
area situs makam itu. Saat kabartuban.com berkunjung, Sabtu (19/5), air laut
mencapai fondasi cungkup makam.Bahkan fondasi mushala yang berada persis di
sisi timur makam terlihat bengkah terhantam ombak laut. ” Sekarang ini sudah
agak lumayan setelah puluhan bis beton pemberian seorang peziarah kami pasang
sebagai penghalang ombak. Beberapa bulan lalu sepertiga fondasi mushala sudah
menggantung,” terang Mbah Mochtar (56), salah seorang Juru Kunci makam itu.
Menurut Mbah Mokhtar, separoh lebih dari makam yang ada di
tempat itu telah hilang terseret air laut pasang. Bahkan makam Pangeran Gagar
Manik yang diyakini sebagai tokoh utama dan paling berpengaruh di situs itu,
kata Mbah Mokhtar, saat ini sudah berada di tengah laut, 250 meter dari lokasi
cungkup saat ini. Untuk menjaga agar situs Tundung Mungsuh masih lestari,
terpaksa dibuatkan makam dan cungkup baru. Namun tampaknya cungkup baru itu-pun
sebentar lagi akan lenyap termakan gelombang laut pasang.
Di sepanjang tempat itu memang tidak terlihat
adanya sea wall atau tanggul penahan gelombang laut
permanen. Sea wall yang ada hanya berupa tumpukan batu dan sand bag
setinggi satu meter. Itu pun kondisinya sudah porak-poranda karena tidak mampu
menahan gempuran gelombang yang kadang sampai setinggi tiga meter. Mbah Mokhtar
berharap Pemerintah setempat mempedulikan peninggalan sejarah tersebut, agar
generasi mendaang tidak kehilangan rantai sejarah bangsanya sendiri. “ Selama
ini kami ya swadaya. Bis beton yang kami buat tanggul di samping mushala itu
hasil dari sumbangan pengunjung yang peduli. Dari Pemerintah belum ada,” keluh
Mbah Mokhtar.
Sasmito (51), juru kunci lainnya, membenarkan. Beberapa
waktu lalu area sebelah barat yang agak landai sudah termakan air laut. Dibantu
sejumlah warga desa setempat dan pengunjung, Sasmito dan tiga juru kunci
lainnya bergotong royong mengurugnya dengan pasir, sehingga akses jalan masuk
ke makam kembali bisa dilewati.
Menurut Sasmito, situs makam Tundung Mungsuh tersebut
merupakan salah satu situs makam yang perlu dijaga kelestariannya karena
berkait langsung dengan sejarah Kadipaten Tuban. Di tempat tersebut bersemayam
salah seorang Senopati dari Mataram, Pangeran Gagar Manik,yang konon sempat
menjadi murid Syaikh Ibarahim Ash-Shamarqandy atau Ibrahim Asmoro, kakek Sunan
Bonang. Dinamakan Tundung Mungsuh di temGpat itulah tentara Mataram yang hendak
menyerbu Tuban bisa diusir. Gagar Manik, panglima pasukan penyerang tersebut
konon berkhianat dan malah membela prajurit Tuban, mengingat ia pernah berguru
pada Syaikh Ibrahim Ash-Shamarqandy. Ia pun kemudian memilih tempat itu sebagai
tempat mukimnya hingga ajal.
Sasmito mengaku setiap harinya 30-40 orang berziarah ke
situs makam tersebut. Para peziarah itu, katanya, malah kebanyakan orang dari
luar Tuban. Sasmito tidak tahu persis berapa pendapatan yang diperoleh dari
pengunjung. Sebab, menurut pengakuannya, kotak tempat para pengunjung
memasukkan uang sebagai “amal jariyah” bukan menjadi wewenangnya. Ia sendiri
mengaku bekerja sebagai salah satu juru kunci di makam tersebut tanpa upah
pasti. Di makam itu ada empat juru kunci yang bertugas merawat dan membimbing
para peziarah.
Juru Kunci lain, Gojali (46), mengatakan, paling banyak isi
kotak amal tersebut Rp 500 ribu. Itu pun katanya, tidak bisa dipastikan setiap
hari mendapat
pemasukan sebesar itu. “ Rata-rata ya Rp 150 ribu. Malah
yang sering ya nggak ada isinya, wong tidak ada kewajiban pengunjung
mengisi kotak amal tersebut,” kata Gojali.
Dari pendapatan kotak amal tersebutlah empat juru kunci itu
mengelola makam Tundung Mungsuh. Beruntung apabila ada pengunjung yang
memberi lebih lantaran merasa telah terkabulkan hajatnya. Namun para juru kunci
itu mengaku lebih senang apabila sumbangan yang berikan para peziarah berupa material
untuk perbaikan situs makam.
Situs makam Tundung Mungsuh sendiri tidak tercatat sebagai
salah satu situs yang perlu dilindungi oleh pihak berwenang di Pemerintahan.
Gagar Manik sendiri malah jarang disebut dalam kisah-kisah legenda Kabupaten
Tuban. Alasannya, tokoh Gagar Manik bukanlah figur penting dalam sejarah.
Makamnya pun tidak termasuk salah satu makam yang menjadi tujuan wisata
spiritual. Hanya para pengunjung yang memiliki hajat tertentu yang berziarah
dan melakukan ritual di tempat tersebut. Dan celakanya, banyak diantara pengunjung
yang memanfaatkannya untuk tujuan-tujuan keliru. (MM)
Komentar
Posting Komentar