SITI FATIMAH BINTI MAIMUN

Spiritual News (Sabtu, 04 Maret 2017 // 22:07 // Penulis : MM).


Siti Fatimah binti Maimun diduga sebagai penyebar Islam pertama di tanah Jawa. Kini makamnya banyak didatangi Para peziarah yang meyakini, bahwa karomah dari sang tokoh bisa membawa mereka meraih kesukseskan.

Suara adzan terdengar menggema dari sebuah langgar kecil di dekat gerbang makam Siti Fatimah binti Maimun. Beberapa orang warga Desa Leran, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik, Jawa Timur pun tampak berjalan bergegas menujif- ke langgar tersebut, untuk menjalankan sholat Ashar. Ibadah memang menjadi hal yang paling utama dalam kehidupan masyarakat Gresik dan sekitarnya. Karenanya, suara adzan bagi para warga tersebut ibarat panggilan yang tak bisa ditawar. Sebab itu, meski sesibuk apapun, mereka akan berusaha meninggalkan kesibukan itu. Dan bergegas memenuhi ‘panggilan’ itu.

Pola hidup seperti mi bukanlah hal yang baru bagi mereka. Sebab secara umum tingkat spiritualitas masyarakat di wilayah pesisir utara Jawa Timur ini memang cukup tinggi. Sehingga tidak heran kalau di hampir setiap sudut kehidupan masyarakat ini, nuansa religius tampak begitu mewarnai. Mulai dari pakaian hingga pola perilakunya. Makanya sebutan kota santripun layak disandang kota ini. Sebutan ini tentu tidak terlalu berlebihan bila melihat kondisi yang terjadi di sana. Selain mayoritas penduduknya beragama Islam. Di kota ini pula dimakamkan para tokoh penyebar agama Islam yang dikenal dengan sebutan wali songo. Yang sangat berperan dalam membentuk perilaku masyarakat Gresik, hingga menjadi sangat religious.

Adalah Syeh Maulana Malik Ibrahim yang dikenal sebagai bapak para wali. Lalu Sunan Giri yang dikenal sebagai pemimpih di Kerajaan Giri Kedaton. Kemudian Sunan Prapen, dan masih banyak lagi. Keberadaan tokoh-tokoh inilah yang memiliki peran besar dalam perkembingan agama Islam di kota ini. Dan dari sekit.n banyak tokoh penyebar agama Islam yang pernah ada di kota Gresik, salah satunya adalah Siti Fatimah binti Maimun.

WALI PERTAMA

Sayangnya catatan sejarah mengenai tokoh yang satu ini terbilang sedikit. Se­hingga kiprahnya di masa lalu terutama dalam kaitannya dengan penyebaran aga­ma Islam belum banayk diketahui. Namun demikian, Siti Fatimah binti Maimun diyakini sebagai tokoh penyebar agama Islam per- tama yang datang ke tanah Jawa sebelum kehadiran para wali.

Dugaan ini didasarkan pada pahatan tulisan di batu nisan yang menunjukkan tarikh tahun 475 H atau sekitar tahun 1082 M. Hal ini menunjukkan bahwa Siti Fatimah telah datang saat di tanah Jawa masih berdiri kerajaan Kahuripan yang dipimpin Prabu Airlangga.

Dan bila benar demikian, berarti agama Islam telah lama masuk ke tanah Jawa. Hanya saja waktu itu belum terlalu menyebar seperti saat munculnya wali songo.

Agama Islam hanya ber­kembang di wilayah-wilayah pesisir yang me­mang sangat mungkin karena banyak disinggahi oleh para pedagang dari berbagai negeri, termasuk Arab dan Persia yang umumnya beragama Islam.

“Desa ini bernama Leran yang diambil dari kata lerenan atau tempat pemberhentian. Karena waktu itu setiap pedagang dari negeri lain banyak yang singgah di wilayah Gresik. Dan salah satunya adalah rombongan Siti Fatimah binti Maimun ang berasal dari Kedah Malaysia.

Rombongan ini kemudian singgah (leren) dan menginap di tempat ini. Sampai akhirnya berkembang menjadi desa,” ungkap Hasyim, juru kunci makam Siti Fatimah binti Maimun 

Sebagai seorang muslim yang singgah di daerah yang belum Islam, naluri untuk mengajak orang lain memeluk Islam muncul dalam hatinya. Karena itu sedikit demi sedikit penduduk yang ada di sekitar tempat itu mulai mengenal dan memeluk agama Islam. Hanya saja impiannya untuk semakin mengembangkan agama tersebut kandas setelah wabah ganas menyerang wilayah tersebut hingga merenggut nyawanya beserta beberapa orang pengikutnya.

Wabah itu sendiri konon adalah kiriman dari Sultan Mahmud Syah Alam orang tuanya. Sebab menurut kabar yang beredar, Siti Fatimah hendak dinikahi raja di tanah Jawa (kemungkinan Prabu Airlangga). Dan orang tuanya tidak setuju. Alasannya, dia takut kalau Siti Fatimah nantinya akan berpindah keyakinan. Dan misinya untuk menyebarkan agama Islam gagal di tengah jalan.

Akhirnya demi untuk ‘menyelamatkan’ sang anak, Sultan Mahmud syah Alam ber- doa agardiberikan jalan keluar. Sebuah mu- sibah berupa pageblukpun datang menerpa rombongan Siti Fatimah. Banyak para pe­ngikutnya yang tiba-tiba sakit dan langsung meninggal. Tak terkecuali Siti Fatimah sendiri bersama para dayang setianya. Mereka akhirnya juga tewas diserang wabah penyakit misterius itu.

Namun versi lain mengatakan bahwa Siti Fatimah atau yang dijuga dikenal dengan sebutan Putri Dewi Retno Swarsi sengaja dibunuh dengan cara disantet oleh seorang raja di Jawa yang hendak menikahinya. Hal ini karena Siti Fatimah menolak pinangan sang raja.

Siti Fatimah beserta para dayangnya Putri Kucing, Putri Seruni, Putri Kambuja, dan putri Keling, kemudian dimakamkan di Desa Leran. Dan demi untuk melindungi makam tersebut, beberapa pengikut Siti Fatimah yang masih hidup membuatkan bangunan cungkup dari batu kapur dengan dinding yang sangat tebal.

“Sebagian besar dari bangunan makam itu masih asli. Hanya beberapa buah batu sempat diganti karena dikhawatirkan runtuh dan membahayakan para peziarah. Jadi bisa dibayangkan bagaimana kuatnya bangunan itu,” terang Hasyim.

JAMINAN KESUKSESAN

Kini makam Siti Fatimah banyak dikunjungi para peziarah. Tak hanya datang dari wilayah Gresik saja. Banyak peziarah yang datang dari luar kota dan bahkan dari luar negeri terutama Malaysia. Hal ini tak lain karena Siti Fatimah berasal dari Malaysia.

Ada keyakinan dari masyarakat yang datang ke sana bahwa dengan berziarah dan berdoa di makam ini, maka segala keinginan pasti akan terkabul. Bahkan bagi beberapa kalangan, mereka meyakini bahwa karomah dari Siti Fatimah bisa meningkatkan der- ajat. Karena itu tak jarang yang dating ke sana adalah orangorang dari golongan pejabat. Selanjutnya bagi para pedagang, berdoa di makam ini konon adalah jaminan kesuksesan dalam usaha yang dijalankannya.

Para peziarah yang dating umumnya cukup hanya membawa sebungkus bunga setaman. Bunga itu selanjutnya diserahkan ke juru kunci untuk didoai sambil menyampaikan hajatnya. Kemudian dengan diantarkan sang juru kunci, para peziarah bisa melanjutkan untuk berdoa dan bermunajat di samping makam Siti Fatimah.

Hanya saja ruangan cungkup makam terbilang sempit. Karena itu biasanya jumlah peziarah yang masuk akan dibatasi. Apalagi saat malam Jumat. Peziarah yang dating jumlahnya sangat banyak. Hingga untuk bisa masuk ke dalam makam harus bergiliran. (MM)

Komentar