Spiritual News (Senin,
20 Maret 2017 // 21:26 // Penulis : MM).
Masjid
dan Makam Mantingan terletak 5 km arah selatan dari pusat kota Jepara di desa
Mantingan kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara, sebuah yang menyimpan Peninggalan
Kuno Islam dan menjadi salah satu asset wisata sejarah di Jepara, dimana di
sana berdiri megah sebuah masjid yang dibangun oleh seorang Islamik yaitu
PANGERAN HADIRI suami Ratu Kalinyamat yang dijadikan sebagai pusat aktivitas
penyebaran agama islam di pesisir utara pulau Jawa dan merupakan masjid kedua
setelah masjid Agung Demak. Perlu diketahui juga bahwa di desa Mantingan
mayoritas penduduknya adalah pemeluk agama Islam dengan mata penghasilan dari
usaha ukir-ukiran. Disamping itu lokasi Masjid dan Makam Mantingan berdiri
dalam satu komplek yang mudah dijangkau dengan kendaraan roda empat dari
berbagai jurusan dengan fasilitas sarana jalan aspal. Hal lain yang tidak kalah
penting usaha Pemda Kabupaten Jepara dengan instansi terkait bekerja sama
dengan pengusaha angkutan sudah berupaya memberikan kemudahan transportasi
menuju lokasi Obyek Wisata Sejarah ini dengan sarana angkutan jurusan Terminal
Jepara – Mantingan yang hanya ditempuh beberapa menit saja.
SEJARAH
DAN LEGENDA
Diatas
telah disebutkan bahwa Masjid Mantingan merupakan masjid kedua setelah masjid
agung Demak, yang dibangun pada tahun 1481 Saka atau tahun 1559 Masehi
berdasarkan petunjuk dari condo sengkolo yang terukir pada sebuah mihrab Masjid
Mantingan berbunyi “RUPO BRAHMANA WANASARI” oleh R. Muhayat Syeh Sultan Aceh
yang bernama R. Toyib. Pada awalnya R. Toyib yang dilahirkan di Aceh ini
menimba ilmu ketanah suci dan negeri Cina (Campa) untuk dakwah Islamiyah, dan
karena kemampuan dan kepandaiannya pindah ke tanah Jawa (Jepara) R. Toyib kawin
dengan Ratu Kalinyamat (Retno Kencono) putri Sultan Trenggono Sultan kerajaan
Demak, yang akhirnya beliau mendapak gelar “SULTAN HADIRI” dan sekaligus
dinobatkan sebagai Adipati Jepara (Penguasa Jepara) sampai wafat dan dimakamkan
di Mantingan Jepara.
Dimakam
inilah Pangeran Hadiri (Sunan Mantingan), Ratu Kalinyamat, Patih Sungging
Badarduwung seorang patih keturunan cina yang menjadi kerabat beliau Sultan
Hadiri bernama CIE GWI GWAN dan sahabat lainnya disemayankan.
Makam
yang selalu ramai dikunjungi pada saat “KHOOL” untuk memperingati wafatnya
Sunan Mantingan berikut upacara “ GANTI LUWUR “ (Ganti Kelambu) ini
diselenggarakan setiap satu tahun sekali pada tanggal 17 Robiul Awal sehari
sebelum peringatan Hari Jadi Jepara.
Makam Mantingan sampai sekarang masih
dianggap sakral dan mempunyai tuah bagi masyarakat Jepara dan sekitarnya. Pohon
pace yang tumbuh disekitar makam, konon bagi Ibu-ibu yang sudah sekian tahun
menikah belum di karunia putra diharapkan sering berziarah ke Makam Mantingan
dan mengambil buah pace yang jatuh untuk dibuat rujak kemudian dimakan bersama
suami istri, maka permohonannya insyaAllah akan terkabulkan.
Tuah
lain yang ada dalam cungkup makam mantingan adalah “AIR MANTINGAN atau AIR
KERAMAT” yang menurut kisahnya ampuh untuk menguji kejujuran seseorang dan
membuktikan hal mana yang benar dan yang salah, biasanya bagi masyarakat Jepara
dan sekitarnya air keramat ini digunakan bila sedang menghadapi suatu sengketa,
dengan cara air keramat ini diberi mantra dan doa lalu di minum. Namun
karena beragamnya kepercayaan masyarakat, maka silahkan bagi yang percaya dan
tidak memaksa untuk yang lain.
Komentar
Posting Komentar