Spiritual News (Ahad, 05 Maret 2017 // 10:26 // Penulis : MM).
Sedari
dulu, jauh ketika Tuban masih sebagai tanah perdikan, sudah banyak disinggahi
wali penyebar Islam, baik yang kemudian tinggal bermukim atau sekadar lewat
saja. Hal itu terbukti dengan banyaknya makam wali yang berada di kabupaten
yang berada di pesisir laut Jawa ini, Namun tak semua makam tersebut
dikenal masyarakat, seperti makam Sunan Andong Wilis. Siapa dia? Masih
menjadi misteri.
Tidak
seperti makam Sunan Bonang yang mashur, makam sunan andong wilis sedikit
berbeda. Makam yang diyakini warga masyarakat sekitar sebagai salah satu
pejuang yang menyertai para wali menyebarkan Islam di jawa, khususnya di Tuban,
tak banyak diketahui masyarakat luas seperti halnya makam wali lain di Tuban.
Tidak
banyak yang tahu siapa Sunan Andong Willis, yang dimakamkan di Dusun Kepoh,
Kelurahan Panyuran, Kecamatan Palang, ini. namun masyarakat percaya,
bahwa Sunan Andong Wilis ini merupakan salah satu dari sekian banyak
tokoh yang menyertai perjalanan Wali Songo.
Lantaran
kurang dikenal, makam Sunan Andong Willis yang sebenarnya bisa menjadi
potensi wisata reliji ldi Tuban tersebut jarang dikunjungi oleh peziarah.
Bahkan peziarah dari Tuban sendiri masih relatif sedikit.
“Menurut
masyarakat sekitar, kisah Sunan Andong Willis masih menjadi misteri. Hingga kini
kisahnya masih sekadar cerita yang dikisahkan secara turun temurun. Namun
kepastian asal Sunan Andong Willis sendiri masih menjadi pertanyaan besar,”
Di dukuh
Kepoh, Desa Panyuran, Kecamatan Palang, terdapat sebuah makam keramat, makam
Kyai Andong Wilis.Makam keramat ini berada di wilayah pantai utara Desa
Panyuran.Kesederhanaan makam ini masih sangat terasa.Berbeda dengan makam-makam
wali lainnya yang sudah mengalami renovasi beberapa kali, maka makam ini masih
dalam keadaan aslinya Atap aslinya terbuat dari welit (daun kelapa yang
dikeringkan dan ditata rapi) masih ditempatkan di tempat asalnya, meskipun di
atasnya sudah diatapi genteng. Bangunan utama makam juga masih tetap, terdiri
dari dua buah makam membujur ke utara, maesan di bagian kepala ditutup kain
putih, dan lantai dari pasir laut serta kijing dari bangunan permanen yang
sudah lapuk.Untuk memasuki kompleks makam, orang harus melewati pintu di
sebelah tenggara yang berukuran kecil, sehingga orang harus membungkuk.
Pendeknya ukuran pintu masuk, dimaksudkan agar orang yang akan masuk berposisi
menghormat. Di sebelah selatan makam Andong Wilis dibangun sebuah Masjid, yang
diberi nama Masjid Astana Andongwilis.
Makam
ini digolongkan sebagai makam tua atau diperkirakan pada awal islamisasi di Jawa,
yakni di sekitar pemerintahan Raden Patah.Andong Wilis bukan orang Jawa, tetapi
berasal dari Madura. Dalam perjalanan ke barat untuk mendatangi putranya yang
belajar agama di Bonang, maka sesampainya di Gresik terjadi pertempuran antara
tentara Demak melawan tentara Prabu Girindrawardana. Beliau membela tentara
Demak dan terbunuh, dan layon-nya mengambang sampai di Desa Panyuran. Oleh
masyarakat, kemudian dimakamkan di pantai Panyuran tersebut.
Menurut
R. Soeparmo dalam Catatan Sejarah 700 tahun Tuban, Pangeran Andong Wilis
berasal dari Pacangan Madura. Menilik nama ini ada kemungkinan yang dimakamkan
di situ adalah salah seorang Bangsawan dari Madura.
Asal-usul
mengenai Andong Wilis hanya dikenal lewat cerita, bahwa terdapat jenazah tanpa
kepala yang ditemukan oleh pen- duduk setempat. Jenazah ini tidak dapat
dipindahkan ke liang lahat meskipun diangkat oleh banyak orang. Setelah
maghrib, dari arah utara (laut) terdapat cahaya yang menyilaukan mata dan
semakin menepi. Ternyata adalah kepala manusia. Potongan kepala itu semakin
menepi dan kemudian tergeletak di dekat mayat tanpa kepala tersebut. Oleh
masyarakat yang menunggu mayat, kepala manusia tersebut ditaruh di jasad orang
yangmeninggal.Tiba-tiba kepala itu menyambung kembali. Setelah kepala menyambung
dengan badan, maka jenazah itu bisa diangkat dan dimasukkan ke dalam liang
lahat. Untuk menandai
Berbeda
dengan cerita sebelumnya, menurut penuturan KH Abdul Matin, Pengasuh Pondok
Pesantren Sunan Bejagung Semanding, Syekh Andalusy adalah seorang penyiar agama
Islam dari Andalusia, Spanyol. Beliau datang ke Nusantara bersama-sama
rombongan Syekh Maulana Ibrahim Asmoro, ayahanda Sunan Ngampel. Saat itu, para
penyebar agama Islam yang datang ke negeri- negeri jauh telah bersepakat, jika
diantara mereka meninggal dunia dalam perjalanan, sementara jarak dengan daerah
tujuan masih jauh, maka mayatnya terpaksa dilempar ke laut untuk mengurangi
beban kapal dan agar tidak mengganggu perjalanan para mujahid lainnya. Atas
takdir Allah, Syekh Andalusy meninggal dalam perjalanan laut menuju ke tanah
Jawa. Mayatnya pun kemudian dilempar ke laut, dan dibawa ombak hingga ke tepian
pantai Demak.Masyarakat yang menemukannya lalu menguburkan mayat itu, tidak
jauh dari pantai tempat si mayat terdampar.
Tetapi
belum genap sehari, makam Syekh Andalusy hilang termakan ombak pasang, dan
mayatnya terseret hingga terdampar di pantai Lasem.Masyarakat setempat pun lalu
menguburkannya di tempat itu.Namun lagi-lagi ombak laut merusak makamnya dan
membawa jasad Syekh Andalusy hingga jauh ke tepian pantai Pamanyuran
(Panyuran).Warga saat itu hendak mengembalikan jasad Syekh Andalusy ke Demak,
karena telah mendengar kabar ada jasad seseorang dari daerah jauh yang hilang
saat dikuburkan di Demak.Tetapi saat diangkat, tak ada seorangpun yang mampu
mengangkatnya.
Datanglah kemudian
Syekh Maulana Ishak yang memang sedang melacak jejak mayat sahabat mujahidnya
itu.Setelah mendengar cerita dari warga setempat, Syekh Maulana Ishak lalu
memutuskan agar mayat Syekh Andalusy dikubur saja di Dukuh Kepoh, Panyuran
itu.Orang-orang tentu bertanya pada Maulana Ishak, itu mayat siapa.Oleh Maulana
Ishak dijawab namanya Syekh Andalusy. Berhubung lidah orang Jawa saat itu belum
terbiasa dengan lafaz asing, maka jadilah Andongwilis, sampai sekarang ini.
Komentar
Posting Komentar