Spiritual News (Kamis,
09 Maret 2017 // 21:21 // Penulis : MM).
Berwisata religi bisa dilakukan
dengan banyak cara. Mengunjungi makam-makam para pendahulu yang berjasa dalam
penyebaran agama Islam, misalnya. Jika selama ini kita sering berziarah
ke makam-makam sunan, bagaimana jika sekali-kali kita berziarah ke makam-makam
ibu para sunan, orang yang berjasa melahirkan mereka.
Di Lamongan kita bisa melakukan
hal ini. Bukan di makam ibu Sunan Drajat, satu-satunya Wali Songo di Lamongan,
bukan juga ke makam ibu Sunan Sendang Duwur, melainkan ke makam ibu dari Sunan
Giri, sunan yang menyebarkan agama Islam di Gresik.
Loh, bagaimana sunan yang
menyiarkan agama Islam di Gresik, makam ibunya bisa berada di Lamongan? Nah,
jadi begini ceritanya.
Cerita berawal dari Kerajaan
Blambangan di bawah pimpinan Raja Minyak Senguru yang didera sebuah musibah.
Putri cantik raja, Dewi Sekardadu, mengidap penyakit ganas yang sukar
disembuhkan. Meski imbalannya cukup mengiurkan, yakni kalau lelaki akan
dinikahkan dengan putri cantik tersebut, dan apabila perempuan akan dijadikan
saudara Dewi Sekardadu, namun, tidak ada seorang tabib pun yang bisa mengobati.
Hingga akhirnya datang Maulana
Ishaq dari Lempo (Aceh). Sebelum mengobati Dewi Sekardadu, ia memberikan syarat
kepada raja. Ia ingin seluruh kerajaan mengikuti agamanya, agama Islam.
Raja yang ingin anaknya sembuh
mengiyakan saja. Dewi Sekardadu pun sembuh dan seperti janji raja, Maulana
Ishaq menikah dengan putrinya itu.
Dua tahun berselang, Dewi
Sekardadu sedang hamil 4 bulan. Saat itu raja ingin mengusir Maulana Ishaq dari
kerajaan. Rasa setengah hatinya menjadi muslim menjadi penyebabnya. Merasa
tidak bisa melanjutkan siar sebebas dulu lagi, Maulana Ishaq pamit untuk siar
agama ke arah timur.
Setelah 19 bulan 9 hari
mengandung, Dewi Sekardadu melahirkan seorang bayi lelaki. Usia kandungannya
memang tergolong lama. Saat itu di wilayah Blambangan sedang gempar-gemparnya
pembunuhan bayi lelaki oleh kerajaan. Ini merupakan muslihat agar tidak ada
keturunan dari Maulana Ishaq yang mewarisi tahta kerajaan. Agar tidak dibunuh,
Dewi Sekardadu meminta pembantu kerajaan untuk menghanyutkan bayinya ke sungai.
Di
Desa Dagang ibu dan anaknya bertemu
Sudah 15 tahun berlalu, Dewi
Sekardadu pergi meninggalkan kerajaan untuk mencari Maulana Ishaq dan anaknya.
Selain itu, ia juga tidak mau dinikahkan dengan anak Mahapati. Dewi
Sekardadu berangkat ditemani dua orang pembantu kerajaan.
Dari sini banyak versi cerita
bermunculan. Salah satunya versi yang mengatakan bahwa bayi Dewi Sekardadu
tidak dihanyutkan di sungai, tapi dihanyutkan di laut. Lalu ia terdampar di
pantai Gresik dan dipungut oleh warga sekitar. Dewi Sekardadu yang pergi
mencarinya meninggal, jasadnya terdampar di pantai Buduran, Sidoarjo. Inilah
cerita yang meyakinkan banyak orang bahwa jasad Dewi Sekardadu dimakamkan di
Sidoarjo.
Sedangkan dalam buku dongeng yang
disimpan oleh juru kunci makam Dewi Sekardadu di Lamongan, menceritakan
rombongan Dewi Sekardadu berjalan menuju ke Gresik hingga sampai di Desa Dagang
dan bertemu dengan anaknya yang sudah beranjak dewasa dan kelak menjadi Sunan
Giri itu.
Dari Desa Dagang, rombongan Dewi
Sekardadu melanjutkan perjalanan mencari Maulana Ishaq ke arah barat melewati
hutan penuh gelagah (saat ini bernama Desa Glagah). Kebetulan hutan tersebut
dekat dengan tempat tinggal Mbah Lamong (tokoh yang kelak namanya diabadikan
menjadi nama kota ini, Lamongan) Sehingga tempat tinggal Mbah Lamong diberi
nama Desa Deket.
Perjalanan dilanjutkan, kali ini
rombongan sampai di hutan kelapa yang
sangat singit. Singit dalam bahasa jawa artinya keramat (saat ini
bernama Desa Keramat).
Keluar dari hutan kelapa,
rombongan melewati hutan kembang. Kembang dalam bahasa jawa berarti bunga (saat
ini bernama Desa Bunga). Beranjak dari sana, rombongan tersesat. Mereka
berputar-putar di suatu tempat dan tak bisa menemukan jalan keluar. Sekarang
tempat ini bernama Desa Puter Kembangbahu. Mereka mencoba peruntungan ke arah
barat tapi malah mentok (bertemu jalan buntu), dihadang oleh sebuah
gunung besar. Tempat merekamentok ini sekarang bernama Desa Mantup. Merasa
bingung, rombongan naik ke atas gunung dan beristirahat.
Cukup beristirahat, rombongan
kembali melanjutkan perjalanannya. Kali ini mereka berhenti di daerah bekas
Kerajaan Jonggolok. Dewi Sekardadu yang merupakan putri Kerajaan Blambangan dan
seorang yang dermawan, dianggap sebagai orang yang berderajat oleh penduduk
sekitar. Daerah ini sekarang bernama Desa Deket Agung, artinya dekat dengan
orang yang berderajat.
Dari sana, Dewi Sekardadu dan
rombongannya pergi ke arah utara sungai. Di tempat ini Dewi Sekardadu dijuluki
Mbok Rondo Gondang. Mbok dalam bahasa jawa biasa digunakan untuk
sapaan ibu. Rondo artinya janda, meskipun sebenarnya Dewi Sekardadu
memiliki suami, namun karena mereka terpisah, maka orang sekitar tetap menyebut
Dewi Sekardadu rondo. Sedangkan gondang artinya terusir, mungkin
penduduk sekitar mengira Dewi Sekardadu pergi jauh meninggalkan Kerajaan
Blambangan karena diusir. Istilah terakhir ini juga yang diabadikan sebagai
nama desa tempat tinggal Dewi Sekardadu ini, yakni Desa Gondang.
Siratkan tanah ke makam
Tentu, kita tidak bisa menyebut
dongeng ini sebagai kisah perjalanan hidup Dewi Sekardadu yang sebenarnya.
Namun, jika menilik napak tilas perjalanan Dewi Sekardadu yang didukung dengan
diabadikan menjadi nama-nama desa, dongeng ini bisa dijadikan bahan pengkajian.
Di makam Dewi Sekardadu di
Lamongan, pada hari-hari biasa terlihat cukup sepi. Jika sedang tidak ada
pengunjung, yang menonjol hanya bangunan bercat putih dengan lantai keramik
putih. Luas bangunannya sekitar 64 meter persegi, berada di tengah-tengah tanah
seluas kira-kira 144 meter persegi yang dikelilingi pagar bata. Makam ini jauh
lebih kecil dan lebih sederhana jika dibandingkan dengan makam Dewi Sekardadu di
Sidoarjo.
Jika Anda akan berkunjung ke
makam Dewi Sekardadu ini, jangan lupa untuk mendatangi dulu juru kuncinya, Pak
Yasak. Apalagi jika Anda ingin melihat makamnya secara langsung, hukum bertemu
Pak Yasak malah wajib. Bukan apa-apa, tapi makamnya itu
dikunci. Lah, Pak Yasak yang pegang kuncinya.
Konon, Dewi Sekardadu dikuburkan
bersama dengan gamelannya, dua piring guritan, dan sebuah tombak. Ini merupakan
salah satu wasiatnya sebelum meninggal. Wasiat lainnya, ia meminta bagi siapa
saja yang ingin berbalas budi terhadap dirinya, cukup menyiratkan tanah di atas
makamnya. Jika Anda ingin melakukannya, silahkan saja.
Makam Dewi Sekardadu:
Desa Gondang, Kecamatan Sugio,
Kabupaten Lamongan.
Sekitar 1 km sebelah
timur Wisata Waduk Gondang, bersebelahan dengan Masjid.
Rumah Pak Yasak:
Sekitar 100 meter sebelah timur
makam Dewi Sekardadu, menghadap ke utara.(MM)
Komentar
Posting Komentar