JAKA TARUB DAN DEWI NAWANGWULAN

Spiritual News (Kamis, 09 Maret 2017 // 21:16 // Penulis : MM).

Jaka Tarub yang memiliki gelar Ki Ageng Tarub ini adalah tokoh yang dianggap sebagai leluhur dinasti Mataram yang menguasai tanah Jawa sejak abad ke-17 hingga sekarang. Menurut sumber masyarakat setempat, ditemukannya reruntuhan makam Jaka Tarub di desa Widodaren, Gerih, Ngawi yang menjadi bukti adanya kejadian dimana Jaka Tarub bertemu dengan Dewi Nawangwulan. 

Jaka Tarub adalah seorang pemuda gagah yang memiliki kesaktian. Ia sering keluar masuk hutan untuk berburu di kawasan gunung keramat. Di gunung itu terdapat sebuah telaga yang berlokasi di desa Widodaren, Gerih, Ngawi. Tanpa sengaja, ia melihat dan kemudian mengamati tujuh bidadari yang sedang mandi di telaga tersebut.  Karena terpikat, Jaka Tarub mengambil selendang berwarna oranye yang tengah disampirkan milik salah seorang bidadari. Ketika para bidadari selesai mandi, mereka berdandan dan siap kembali ke kahyangan. Salah seorang bidadari bernama Nawangwulan tidak mampu ikut kembali ke kahyangan karena tidak menemukan selendangnya. Ia pun akhirnya ditinggal pergi oleh kawan-kawannya karena hari sudah beranjak senja. Jaka Tarub lalu muncul dan berpura-pura menolong. Dewi Nawangwulan pun bersedia ikut pulang ke rumah Jaka Tarub dan singkat cerita, Dewi Nawangwulan menyetujui lamaran Jaka Tarub dan akhirnya menikah. 

Dari pernikahan ini lahirlah seorang putri yang dinamai Nawangsih. Sebelum menikah, Nawangwulan mengingatkan pada Jaka Tarub agar tidak sekali-kali menanyakan rahasia kebiasaan dirinya kelak setelah menjadi isteri. Rahasia tersebut adalah bahwa Nawangwulan selalu menanak nasi menggunakan hanya sebutir beras dalam penanak nasi namun menghasilkan nasi yang banyak. Jaka Tarub yang penasaran tidak menanyakan tetapi langsung membuka tutup penanak nasi. Akibat tindakan ini, kesaktian Nawangwulan hilang. Sejak itu ia menanak nasi seperti umumnya wanita biasa.

Akibat hal ini, persediaan gabah di lumbung menjadi cepat habis. Ketika persediaan gabah tinggal sedikit, Nawangwulan menemukan selendangnya, yang ternyata disembunyikan suaminya di dalam lumbung agar ia tidak bisa kembali ke kahyangan. Nawangwulan yang marah mengetahui kalau suaminya yang telah mencuri benda tersebut mengancam meninggalkan Jaka Tarub. Jaka Tarub memohon istrinya untuk tidak kembali ke kahyangan. Namun tekad Nawangwulan sudah bulat. Hanya saja, pada waktu-waktu tertentu ia rela datang ke marcapada untuk menyusui bayi Nawangsih. Nawangwulan memerintah Jaka Tarub untuk membangun sebuah dangau. Setiap malam, Nawangsih harus diletakkan disana agar Nawangwulan dapat menyusuinya tanpa harus bertemu dengan Jaka Tarub. Jaka Tarub hanya bisa melihat dari jauh saat Nawangwulan turun dari kahyangan untuk menyusui Nawangsih. Ketika Nawangsih tertidur, Nawangwulan kembali terbang ke kahyangan. Rutinitas ini terus dilakukan sampai Nawangsih beranjak dewasa. Jaka Tarub dan Nawangsih merasa ketika mereka ditimpa kesulitan, bantuan akan tiba-tiba datang. Dipercaya bantuan tersebut datang dari Nawangwulan. Nawangsih disebut sebagai wanita istimewa karena ia merupakan anak campuran dari manusia dan bidadari. 

Dewi Nawangwulan, Leluhur Trah Mataram Yang Menurunkan Raja-Raja Mataram

Jaka Tarub kemudian menjadi pemuka desa bergelar Ki Ageng Tarub, dan bersahabat dengan Brawijaya raja Majapahit. Pada suatu hari Brawijaya mengirimkan keris pusaka Kyai Mahesa Nular supaya dirawat oleh Ki Ageng Tarub. Utusan Brawijaya yang menyampaikan keris tersebut bernama Ki Buyut Masahar dan Bondan Kejawan, anak angkatnya. Ki Ageng Tarub mengetahui kalau Bondan Kejawan sebenarnya putra kandung Brawijaya. Maka, pemuda itu pun diminta agar tinggal bersama di desa Tarub.

Sejak saat itu Bondan Kejawan yang tadinya adalah anak angkat utusan Brawijaya sekarang menjadi anak angkat Ki Ageng Tarub, dan diganti namanya menjadi Lembu Peteng. Ketika Nawangsih tumbuh dewasa, keduanya pun dinikahkan. Setelah Jaka Tarub meninggal dunia, Lembu Peteng menggantikannya sebagai Ki Ageng Tarub yang baru. Nawangsih sendiri melahirkan seorang putra, yang setelah dewasa bernama Ki Getas Pandawa. Ki Ageng Getas Pandawa kemudian memiliki putra bergelar Ki Ageng Sela, yang merupakan kakek buyut Panembahan Senapati, pendiri Kesultanan Mataram. (MM)

Komentar